Oleh: Ki Umar Jogja | 24 Januari 2019

Gelar Gus, Ustadz, & Kyai

Gelar Gus, Ustadz dan Kyai

Ada Ust. Salman Al Jogjawy, (mantan Gitaris Sheila on 7), ada lagi Ust. Wahyu Al Jogjawy… Bila memakai kaidah bahasa Arab, nama saya : Umar Jogja menjadi Umar Al Jogjawy.

Tapi saya enggan dipanggil ustadz, walaupun secara arti kata adalah betul, “ustadz” artinya Guru (pengajar ilmu), alasannya karena masyarakat kita biasa memakai kata panggilan “ustadz” hanya untuk guru pengajar agama Islam saja. Sedangkan saya bukan Guru Agama, bukan pula penceramah agama, maka tidak tepat disebut Ustadz katanya. Padahal di Arab sana tidak demikian, semua guru pengajar ilmu apa saja bisa disebut ustadz. Oleh sebab itulah saya lebih memilih memakai kaidah nama panggilan Jawa, yaitu Ki.

Ki adalah kata panggilan atau gelar yang mengandung rasa penghormatan. Dipakai untuk panggilan orang yang dihormati pada jaman dahulu. Misalnya pejabat / abdi kerajaan, budayawan, seniman, rohaniawan, Guru, atau orang terpandang dimasyarakat. Contohnya “Ki Hajar Dewantara” atau “Ki Narto Sabdo” dan lain sebagainya. Jaman sekarang gelar “Ki” malah banyak dipakai oleh orang yang berprofesi sebagai paranormal / Dukun / Spiritualis. Huehehe…

Sedangkan Kisanak adalah Kata panggilan yang diberikan untuk orang asing/pengembara atau bila kita belum mengenal namanya. Sanak mengandung arti sebagai ungkapan kata persaudaraan atau kekeluargaan (famili) atau persahabatan. Bila sudah mengenal namanya maka biasanya tidak lagi dipanggil “Kisanak“, tapi kata “sanak” digantikan nama orang tersebut. Contohnya “Ki Umar“.

Di Arab, dibelakang nama seseorang biasanya disertai nama tempat kelahiran (asal). Misalnya Imam Abu Hamid Muhammad AL-Ghazali (Imam Al-Ghazali) berasal dari Ghazalah, Persia (Iran). Syaikh M Nawawi al-Bantani. Beliau diberi gelar Al-Bantani karena berasal dari Banten, Indonesia. Ada awalan kata AL- Sedangkan di Jawa tidak ada kata awalan seperti itu. Maka setelah nama orangnya langsung ditambahi nama asal daerahnya, Misalnya :
“Sop Ayam Pak MIN Klaten
“Sate Ayam H. NUR Madura
“Pecel Lele Cak Rohim Lamongan

—-skip—-

Baru saja kita membahas tentang gelar nama, barusan baca komentar di blog malah ada yang memanggil saya: “Syaikh” 😔 Saya tahu maksud dia baik, tapi ini rentan perdebatan, fitnah dan mudah menumbuhkan kedengkian pada sebagian golongan.

Kang Fathul: Urun pendapat Ki. Barangkali ada baiknya dibuatkan satu page artikel sendiri tentang yang Panjenengan sampaikan ini, di posting di blog Rasasejati. Karena tidak semua yang koment di blog juga ada di grup Pewaris ini 🙏🙏🙏🙏

Kang Zumar : Syaikh = Mbah (orang yang dituakan, baik dituakan ilmunya maupun kesepuhannya). Kalau ustadz, sebenarnya di Arab memang artinya guru pengajar. Kalau di Indonesia, disematkan untuk panggilan Guru pengajar dalam bidang agama Islam.
Saya lebih suka dengan panggilan “Ki Guru”. “Ki” bagi saya juga bermakna orang yang menguasai ilmu olah batin/energi, chi/qi/ki. Salam hormat Ki Guru 🙏

Kata panggilan “Ustadz” berasal dari bahasa Arab. Diatasnya ada : “Syaikh” dan diatasnya lagi ada : “Hadratus Syaikh”. Kata gelar “Guru” berasal dari India (Sansekerta). Ada lagi “Sadhguru”. Sedangkan gelar “Ki” menurut saya itu asli dari Jawa. Ini alasan kedua mengapa saya senang memakai panggilan “Ki”, sebab saya asli orang Jawa.

Ada beberapa orang pasien yang sampai sekarang memanggil saya dengan sebutan “Gus”. Padahal sejak dulu saya pernah menerangkan mengenai kata sebutan gelar “Gus”.

Gelar “GUS” itu digunakan di lingkungan pondok pesantren untuk nama panggilan anak para Kyai yang masih kecil, baru belajar agama (taraf santri) atau belum menjadi pengajar. Kalau di lingkungan Keraton (Kerajaan Jawa) di usia ini disebut Raden.

Jika si anak sudah beranjak dewasa / tua dan pintar mengaji (mengajarkan ilmunya kepada orang lain) maka tidak lagi dipanggil Gus, tetapi dipanggil KYAI.

Maka sebetulnya tidak pantas kita masih memanggil Abdurrahman Wahid itu dengan panggilan Gus Dur. Karena nama “Gus” itu adalah panggilan masa kecil dan belum bisa mengajarkan ilmu. Padahal beliau levelnya adalah Guru Bangsa, Seorang Ulama. Begitu juga dengan Gus Mus (KH. Mustofa bisri) dan masih banyak lagi.

Tapi apa boleh dikata, sudah terlanjur seperti itu kebiasaan dimasyarakat… Dan kita yang sudah faham perlu merubah sikap, agar lebih beradab sopan-santun kepada para Kyai. Tapi yang pasti, panggilan “Gus” itu hanya untuk anak para Kyai di pondok pesantren. Jadi keliru bila memanggil saya dengan sebutan Gus.

(Tulisan ini disadur dari Diskusi di Grup WA Pewaris)

Ki Umar Jogja @2019

Iklan

Tanggapan

  1. ass.ki boleh saya diijazah hizib magrobi?

  2. Alhamdulillahirobbil alamin Semoga Bermanfaat Ki…

  3. Assalamualaikum ki umar jogja , saya mohon izin untk belajar mengamlkn ilmu Asma raja nabi khidir , untk di gunakn di jaln kebaikan , untk diri sendri juga sesama. Dan saya ucapkan QOBILTU atas ijazasah nya.

  4. Alhamdulillah,,menambah pengetahuan, beruntung saya menemukan blog INI,, Salam hormat buat Ki Umar.

  5. Alhamdulillah,,menambah pengetahuan, beruntung saya menemukan blog INI,, Salam hormat buat Ki Umar.

  6. Dan Sebutan GUS hanya untuk wilayah Jawa Timuran saja… Dan yang berafilasi dengan ORMAS ISLAM NU saja. Tapi entah kenapa, sekarang semua turunan pemilik pondok pesantren (wilayah suku Jawa, ) yang berafilasi ormas Islam NU panggil nya GUS.


Silahkan Bertanya & Berdiskusi dengan Sopan :

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Kategori

%d blogger menyukai ini: