Oleh: Ki Umar Jogja | 4 Februari 2024

Ziarah & Natap Tilas Mataram 01

KEMBANG LAMPIR

Saya bersama rombongan sedulur Sanggar Maya Rasa Sejati menuju ke Pertapaan Kembang Lampir. Yang berada di Padukuhan Blimbing, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang. Tempat sakral ini merupakan lokasi Ki Ageng Pemanahan melakukan tapa atau meditasi untuk meminta petunjuk mengenai wahyu keraton.

SEJARAH

Tahun 1546 atau 1549 M, Hadiwijaya – Raja Pajang (sekarang jadi kota Solo) mengadakan sayembara untuk menumpas Arya Penangsang, Pangeran dari Jipang (sekarang jadi kota Blora-Cepu) murid dari Sunan Kudus.

Singkat cerita, sayembara ini dimenangkan oleh 3 pendekar yaitu Ki Panjawi, Ki Juru Martani & Ki Ageng Pemanahan, para murid Sunan Kalijaga.

Sebetulnya yang berhasil membunuh Arya Penangsang adalah Sutawijaya, putra dari Ki Ageng Pemanahan. Atas saran dari si ahli siasat yaitu Ki Juru Martani, agar tidak mengatakan kejadian sebenarnya kepada Raja Hadiwijaya. Sebab Sutawijaya telah menjadi anak angkat Raja Hadiwijaya. Tidak sah mendapatkan hadiah sayembara yang berupa tanah Perdikan (Kadipaten bebas pajak).

Walhasil, Ki Panjawi memilih tanah daerah Pati. Sedangkan Ki Ageng Pemanahan mengalah, mendapatkan tanah di alas Mentaok (sekarang daerah Sleman-Bantul Yogyakarta).

Alas Mentaok ini dulunya adalah bekas kerajaan Mataram Hindu, peninggalannya seperti Candi Prambanan, Candi Boko dan masih banyak lagi. Yang ditinggalkan pada abad 9 M (mereka pindah ke daerah Jawa Timur dan Bali). Kemudian menjadi hutan lebat (bhs Jawa: Alas) dipenuhi pohon Mentaok.

Namun hadiah tanah Perdikan ini tidak lekas diberikan, hingga 7 tahun lamanya. Sebab Raja Adiwijaya mendapatkan wangsit dari Sunan Prapen (cucu Sunan Giri) bahwa kelak dari daerah Alas Mentaok akan muncul kerajaan yang lebih besar dari Pajang.

Risau karena tak jua mendapatkan hak-nya, Ki Ageng Pemanahan meminta saran kepada gurunya yaitu Sunan Kalijaga.

Atas saran dari Sunan Kalijaga, dihadapan Raja Adiwijaya, Ki Pemanahan disuruh bersumpah untuk tetap setia kepada Kerajaan Pajang.

Tahun 1556, akhirnya Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Martani boyong pindah untuk babat Alas Mentaok. Mendirikan kadipaten di Kotagede (Yogyakarta).

Wisik akan adanya Kerajaan Besar yang melebihi Pajang, bahkan kelak menguasai tanah Jawa ini ternyata juga diketahui oleh Sunan Kalijaga. Beliau menceritakannya kepada 2 orang muridnya yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Giring (yang bertempat tinggal di Gunung Kidul, masih ada hubungan saudara dengan Ki Ageng Pemanahan). Ditandai munculnya Wahyu Keraton Gagak Emprit.

WAHYU GAGAK EMPRIT

Setelah dari pertapaan Kembang Lampir, kami langsung melaju ke arah timur. Menuju ke desa Sada, tempat Ki Ageng Giring III.

Ki Ageng Pemanahan saat sedang Riyadhoh di Kembang Lampir (daerah Paliyan, Gunung Kidul) mendapatkan petunjuk akan munculnya Wahyu Raja yang akan menguasai Jawa.

Begitu pula dengan Ki Ageng Giring (desa Sodo – Gunungkidul) beliau melihat pohon Kelapa yang bertahun-tahun tidak berbuah satupun tiba-tiba berbuah satu butir saja. Maka ia menyuruh Eyang Bintulu Aji untuk merawatnya.

Hingga pada saatnya Eyang Bintulu Aji menyuruh Ki Ageng Giring untuk memetiknya. Tapi buah kelapa yang mengeluarkan cahaya bersinar itu tidak langsung diminum oleh Ki Ageng Giring. Beliau menaruhnya di balai rumahnya, dan berrencana akan meminumnya setelah lelah dari ladang, agar mampu meminumnya sampai habis. Ada pula yang mengisahkan, beliau melakukan Siraman dulu di sungai untuk mensucikan diri sebelum menerima Wahyu tersebut.

Hari itu ternyata Ki Ageng Pemanahan datang bersilaturahmi ke rumah saudaranya itu (Ki Ageng Giring). Karena lelah selama perjalanan yang cukup jauh, kehausan dan mendapati sebutir buah kelapa di balai rumah Ki Ageng Giring. Ia pun meminumnya sampai habis.

Sepulang dari ladang, mendapati hal demikian Ki Ageng Giring sedih sekali. Dikisahkan untuk menghibur hati, beliau sering tapa di sungai yang berada disebelah timur desanya. Kemudian sungai itu dinamai Kali Gowang (artinya : sedih / luka).

Wahyu ini kemudian dinisbahkan kepada putranya yaitu Danang Sutawijaya yang berhasil mengalahkan Arya Penangsang.

Pada tahun 1584 Ki Ageng Pemanahan wafat, dimakamkan di Pesarean Mataram di Kotagede (sebelah selatan Masjid Kotagede). Kemudian kekuasaan digantikan oleh Sutawijaya.

Saat kasultanan Pajang mengalami gonjang-ganjing, Sutawijjaya memerdekakan diri (melepaskan dari kekuasaan Kerajaan Pajang), membuat kerajaan Mataram. Menjadi Raja dengan gelar Ingkang Sinuhun Kanjeng Panembahan Senapati ing Ngalaga Sayyidin Panatagama atau lebih dikenal dengan sebutan Panembahan Senopati.

Insyaallah di acara pertemuan yang selanjutnya akan saya hantar untuk ziarah ke Pesarean Mataram Kotagede.


Silahkan Bertanya & Berdiskusi dengan Sopan :

Kategori